PENGAMBILAN
KEPUTUSAN DALAM MANAJEMEN
A.
PENGERTIAN KEPUTUSAN DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Keputusan (decision) merupakan
pilihan yang dibuat dari alternatif-alternatif yang ada. Pengambilan
keputusan (decision making) adalah proses dalam mengenali
masalah-masalah dan peluang-peluang untuk kemudian dipecahkan. Pengambilan
keputusan mengharuskan adanya usaha baik sebelum ataupun sesudah dibuatnya pilihan
yang nyata.
B.
TIPE-TIPE KEPUTUSAN MANAJEMEN
1.
Keputusan yang
Terprogram (programmed
decision)
Keputusan
yang terprogram berada dalam situasi yang
telah sering muncul hingga aturan-aturan dalam mengambil keputusan bisa dibuat
dan diterapkan. Keputusan yang terprogram dibuat untuk menjawab
persoalan-persoalan organisasi yang kerap kali terjadi.
2.
Keputusan Tidak Terprogram (nonprogrammed decision)
Keputusan
diambil untuk menjawab situasi yang unik, sulit
dikenali dan sangat tidak terstruktur, serta membawa konsekuensi penting bagi
organisasi. Sebagian besar keputusan tidak terprogram berkaitan dengan
perencanaan strategis karena tingkat ketidakjelasannya yang tinggi dan
keputusan-keputusan yang harus diambil pun rumit.
3.
Keputusan Tidak Terstruktur
Disebut tidak terstruktur
karena tidak diketahui pemecahannya karena ketidak jelasan masalahnya.
4.
Keputusan Strategis
Keputusan Strategis adalah keputusan yang dibuat oleh
manajemen puncak dalam sebuah perusahaan.
5.
Keputusan Taktis
Keputusan taktis adalah keputusan yang dibuat oleh manajemen
menengah.
6.
Keputusan Operasional
Keputusan Operasional adalah
keputusan yang dibuat oleh tingkat manajemen yang paling bawah, misalnya
operator mesin di lantai produksi.
7.
Keputusan Setengah Terprogram
/ Setengah Terstruktur
Keputusan
yang sebagian dapat diprogram, sebagian berulang-ulang dan rutin dan sebagian
tidak terstruktur. Keputusan ini sering bersifat rumit dan membutuhkan
perhitungan-perhitungan serta analisis yang terperinci.
C.
Menghadapi Kejelasan
dan Ketidakjelasan
suatu masalah
Satu
perbedaan utama antara keputusan terprogram dan keputusan tidak terprogram ada
dalam kaitannya dengan tingkat kejelasan dan ketidakjelasan yang harus ditangani
manajer dalam mengambil keputusan. Dalam dunia yang sempurna, manajer akan
memiliki semua informasi yang diperlukan untuk mengambil keputusan. Namun pada
kenyataannya, beberapa hal berada diluar pengetahuannya; karenanya beberapa
keputusan akan gagal memecahkan masalah tertentu atau gagal mendapatkan hasil
yang dikehendaki. Manajer akan mencoba mendapatkan informasi tentang
alternatif-alternatif dalam mengambil keputusan yang akan mengurangi tingkat
ketidakjelasan.
Setiap
situasi saat pengambilan keputusan dapat diatur dalam sebuah skala sesuai
dengan ketersediaan informasi dan kemungkinan akan kegagalan. Empat posisi
dalam skala tersebut adalah kejelasan, risiko, ketidakjelasan, dan ambiguitas.
Sementara keputusan yang terprogram dapat dibuat dalam situasi yang melibatkan
kejelasan, sebagian besar situasi yang harus ditangani manajer setiap hari
terdiri atas setidaknya tingkat ketidakjelasan dan mengharuskan adanya
pengambilan keputusan yang tidak terprogram.
1. Kejelasan (certainty), artinya
semua informasi yang diperlukan oleh pihak pengambil keputusan telah tersedia
secara menyeluruh. Manajer mengetahui informasi tentang kondisi operasional,
biaya dan ketidakleluasaan sumber daya, dan setiap tindakan dan hasil yang
mungkin didapat.
2. Risiko (risk) artinya
adalah bahwa sebuah keputusan harus memiliki tujuan-tujuan yang jelas dan
informasi yang baik selalu tersedia, tetapi hasilnya di masa depan yang
berhubungan dengan setiap alternatif belumlah pasti. Namun, informasi yang
cukup selalu tersedia bagi kemungkinan diperkirakannya hasil yang sukses untuk
setiap alternatif. Analisi statistic dapat digunakan untuk menghitung
kemungkinan untuk mengalami kegagalan dan keberhasilan. Pengukuran risiko
akan mencegah peristiwa-peristiwa di masa depan yang dapat menggagalkan
alternative solusi yang di ambil.
3. Ketidakpastian (uncertainty), artinya
adalah bahwa manajer mengetahui tujuan mana yang ingin dicapainya, tetapi
informasi tentang alternatif-alternatif dan peristiwa di masa depan tidaklah
lengkap. Faktor-faktor yang mungkin akan memengaruhi sebuah keputusan,
seperti masalah harga, biaya produksi, volume, dan suku bunga di masa yang akan
dating, adalah persoalan yang sulit untuk dianalisis dan diperkirakan.
4. Ambiguitas dan Konflik Ambiguitas (ambiguity) sekiranya adalah situasi
paling sulit dalam pengambilan keputusan. Ambiguitas berarti bahwa
tujuan-tujuan yang akan dicapai atau permasalahan-permasalahan yang hendak
dipecahkan tidak jelas, alternatif-alternatif sangatlah sulit ditentukan,
dan informasi mengenai hasilnya nanti tidaklah tersedia
Situasi yang
benar-benar ambigu dapat menciptkan apa yang terkadang disebut dengan masalah
keputusan yang gagal. Keputusan yang gagal adalah keputusan yang
mendatangkan konflik dan bukan mencapai tujuan serta alternatif keputusan,
membuat keadaan yang tidak stabil, tidak memiliki informasi dan link yang jelas
di antara unsur-unsur penting dalam mengambil keputusan.
D.
MODEL PENGAMBILAN
KEPUTUSAN
1.
Model klasik (classical model)
Dalam pengambilan
keputusan didasarkan pada asumsi ekonomi rasional dan keyakinan manajer tentang
seperti apakah seharusnya pengambilan keputusan yang ideal itu. Model klasik
ini telah muncul dalam literature manaemen karena manajer diharapkan untuk
mengambil keputusan yang pantas secara ekonomi dan demi kepentingan ekonomi
perusahaan. Empat asumsi yang menggaris bawahi model ini adalah sebagai
berikut.
a. Pengambil keputusan bekerja untuk mencapai
tujuan-tujuan yang sudah diketahui dan disepakati. Masalah-masalah harus
dirumuskan dan ditentukan dengan tepat.
b. Pengambil keputusan
bekerja keras dalam kondisi ketidakpastian, dengan mengumpulkan informasi yang
lengkap. Semua alternatif dan hasil yang mungkin didapatkan harus
diperhitungkan.
c.
kriteria untuk
mengevaluasi pilihan alternatif harus diketahui. Pengambil keputusan memilih
alternative yang akan memaksimalkan laba bagi organisasi.
d.
Pengambil keputusan
adalah orang yang rasional dan menggunakan logika untuk menetapkan nilai-nilai,
membuat pilihan, mengevaluasi alternatif, dan mengambil keputusan yang akan
memaksmalkan pencapaian tujuan organisasi.
Model
klasik dalam mengambil keputusan dianggap sebagai model yang normatif, yang
berarti bahwa model ini menentukan bagaimana seorang pengambil keputusan
seharusnya mengambil keputusan. Model ini tidak benar-benar menggambarkan
bagaimana cara manajer mengambil keputusan, seperti dengan memberikan panduan
dalam mendapatkan keluaran yang ideal bagi perusahaan. Pendekatan yang ideal
dan rasional yang ada dalam model klasik ini sering kali tidak mampu dilakukan
oleh orang-orang di organisasi, tetapi model ini memiliki nilai karena model
ini membantu pengambil keputusan untuk lebih rasional dan tidak sepenuhnya
mengandalkan pilihan pribadi dalam mengambil keputusan. Model klasik ini paling
berguna jika diterapkan untuk keputusan terprogram dan untuk
keputusan-keputusan dengan kepastian dan risiko yang jelas dimana terdapat
informasi yang berhubungan dan kemungkinan-kemungkinan pun dapat
diperhitungkan.
2.
Model Administratif (administrative model)
Dianggap bersifat deskriptif (descriptive), yang
artinya model ini menggambarkan bagaimana manajer benar-benar melakukan
pengambilan keputusan dalam situasi yang kompleks, dan bukannya mendikte
bagaimana manajer seharusnya mengambil keputusan berdasarkan teori ideal. Model
administrative mengenali keterbatasan yang dimiliki manusia dan lingkungan yang
memengaruhi tingkat rasionalitas manajer dalam proses pengambilan keputusan.
Dalam situasi situasi yang sulit, seperti situasi yang dicirkan oleh pengambilan
keputusan yang tidak terprogram, ketidakpastian, dan ambiguitas, manajer
biasanya tidak mampu membuat keputusan yang rasional secara ekonomi bahkan jika
sebenarnya ia menginginkan.
Rasional yang Terbatas dan Pemuasan, model
administrtif dalam pengambilan keputusan didasarkan pada karya Herbert A.
Simon. Simon mengajukan dua konsep yang dapat berperan dalam membentuk model
administratif: rasionalitas yang terbatas dan pemuasan. Rasionalitas yang
terbatas (bounded rationality) konsep bahwa manusia memiliki waktu dan kemampun
kognitif untuk memproses informasi dalam jumlah yang terbatas yang akan
digunakannya dalam mengambil keputusan. Pemuasan (satisficing) berarti bahwa
seorang pengambil keputusan memilih alternatif solusi pertama yang dapat
memuaskan criteria minimal dalam membuat sebuah keputusan yang baik, meskipun
solusi yang lebih baik bisa jadi akan terpikirkan nanti.
Model administratif mengandalkan asumsi yang berbeda
dari asumsi-asumsi pada model klasik dan model administratif ini berfokus pada factor-faktor
di organisasi yang
memengaruhi pengambilan keputusan yang dilakukan individu. Menurut model
administratif:
1. Tujuan-tujuan dari
pengambilan keputusan sering kali tidak jelas, bertentangan dan kurang adanya
konsensus di antara para manajer.
2. Prosedur rasional
tidak selalu digunakan, dan ketika prosedur rasional digunakan, prosedur ini
dibatasi hingga menjadi sebuah cara sederhana dalam memandang masalah yang
tidak menangkap kompleksitas dari hal-hal yang sebenarnya terjadi dalam organisasi.
3. Pencarian untuk
menemukan alternatif yang dilakukan oleh manajer bersifat terbatas karena
manusia, informasi, dan sumber daya pun bersifat terbatas.
4. Sebagian besar
manajer akhirnya melakukan pemuasan daripada mencari solusi yang paling baik,
sebagian karena maanajer-manajer tersebut memiliki keterbatasan informasi dan
sebagian lagi karena mereka hanya memiliki kriteria yang tidak jelas untuk
mencari solusi yang paling baik.
Intuisi, aspek
lainnya dari pengambilan keputusan dengan model administratif adalah intuisi.
Intuisi (intuition) adalah pemahaman yang cepat terhadap situasi genting
berdasarkan pengalaman di masa lalu tetapi tanpa pemikiran yang sadar.
Pengambilan keputusan yang berdasarkan intuisi tidaklah sewenang-wenang atau
tidak rasional karena didasarkan pada pengalaman aktif selama bertahun-tahun
yang memungkinkan manajer untuk menentukan solusi dengan cepat tanpa harus
melalui perhitungan yang sangat saksama.
3.
Model Politik
Model
pengambilan keputusan yang ketiga ini sangatlah berguna dalam membuat keputusan
yang tidak terprogram ketika situasinya tidak jelas, informasinya terbatas, dan
adanya konflik anatara manajer tentang tujuan yang akan dicapai atau tindakan
apa yang akan dilakukan.
Sebuah
koalisi (coalition) adalah sebuah aliansi
tidak resmi di anatara manajer-manajer yang medukung sebuah tujuan tertentu.
Pembangunan koalisi adalah proses pembentukan aliansi di anatara
manajer-manajer. Pembangunan koalisi memberikan kesempatan bagi manajer-manajer
untuk berkontribusi dalam mengambil keputusan,
dengan meningkatkan komitmen mereka pada alternatif yang akhirnya mereka pilih.
Model politik sangatlah mewakili lingkungan politik yang asli dimana sebagian
besar manajer dan para pengambil keputusan bekerja.
Keputusan
adalah sesuatu yang kompleks dan melibatkan banyak orang, informasi sering kali
ambigu, dan ketidaksepakatan serta konflik di setiap masalah dan juga solusi
adalah hal yang biasa ada. Model politik dimulai dengan empat asumsi dasar:
1. Organisasi terdiri
dari kelompok-kelompok dengan kepentingan, tujuan, dan nilai-nilai yang
beragam. Paramanajer biasanya tidak sepakat dalam menentukan prioritas
masalah dan mungkin tidak mengerti atau memiliki tujuan dan kepentingan yang
sama dengan sesama manajer lain.
2. Informasi sering kali
ambigu dan tidak lengkap. Usaha untuk mengambil keputusan dengan rasional
terbatasi oleh komplesitas banyak hal dan juga batasan-batasan yang dtang dari
diri sendiri ataupun organisasi.
3. Para
manajer tidak memiliki waktu, sumber daya, atau kapasitas mental untuk
mengenali semua dimensi masalah dan memposes semua informasi yang relevan. Manajer
saling berbincang satu sama lain dan bertukar pikiran guna mengumpulkan
informasi dan mengurangi ambiguitas.
4. Manaajer terlibat
dalam perdebatan untuk memutuskan tujuan-tujuan dan mendiskusikan
alternatif-alternatifnya. Keputusan adalah hasil tawar-menawar dan diskusi di
antara anggota-anggota koalisi.
Ciri-ciri Model Pengambilan Keputusan Klasik,
Administratif, dan Politik
Model Klasik
|
Model Administratif
|
Model Politik
|
Permasalahan dan
tujuannya jelas
|
Permasalahan dan tujuan yang tidak jelas
|
Tujuan yang banyak dan bertentangan
|
Kondisi dengan kepastian
|
Kondisi dengan ketidakpastian
|
Kondisi dengan ketidakpastian/ambiguitas
|
Informasi yang lengkap akan alternatif dan
keluarannya
|
Informasi yang terbatas akan alternatif dan
keluarannya
|
Sudut pandang yang tidak konsisten, informasi yang
ambigu
|
Pilihan rasional oleh individu untuk memaksimalkan
keluaran
|
Pilihan pemuasan untuk menyelesaikan masalah dengan
menggunakan intuisi
|
Tawar-menawar dan diskusi diantara anggota-anggota
koalisi
|
E. LANGKAH-LANGKAH DALAM
MENGAMBIL KEPUTUSAN
1. Pengenalan Syarat-syarat Sebuah Keputusan
Manajer
menghadapi syarat-syarat dalam mengambil sebuah keputusan dalam bentuk
masalah maupun peluang. Sebuah masalah (problem) muncul ketika pencapaian
organisasi kurang dari tujuan yang telah ditentukan. Ada beberapa
aspek dari kinerja bisnis yang tidak memuaskan. Sebuah peluang (opportunity)
muncul ketika manajer melihat pencapaian yang potensial yang melebihi tujuan
organisasi saat itu. Manajer melihat kemungkinan untuk meningkatkan kinerja di
atas kinerja kerja yang selama ini telah dilakukan. Kesadaran akan masalah dan
peluang merupakan langkah awal dalam rangkaian dan menuntut adanya pengamatan
terhadap lingkungan internal dan eksternal akan persoalan-persoalan yang pantas
diperhatikan oleh para eksekutif.
2. Diagnosis dan Analisis Sebab-Akibat
Diagnosis
adalah langkah dalam proses pengambilan keputusan di mana menejer nganalisis
faktor-faktor sebab akibat penting yang berhubungan dengan situasi penting.
Kepner
dan Tregoe, yang melakukan penelitian ekstensif tentang pengambilan
keputusan yang dilakukan manajer, menyarankan
bahwa manajer menanyakan serangkaian pertanyaan untuk menspesifikasikan
sebab-sebab penting. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan membantu mengenali apa
yanh sebenarnya terjadi dan mengapa.
3. Pengembangan Alternatif
Tahap berikutnya adalah membuat solusi alternatif yang
akan menjawab kebutuhan yang ada dan memperbaiki sebab-sebab yang mendasarinya.
Untuk keputusan yang terprogram, alternatif-alternatif dapat dengan mudah
dikenali dan bahkan biasanya sudah tersedia dalam peraturan dan prosedur
organisasi.
Bagi keputusan-keputusan yang dibuat di bawah kondisi dengan ketidakpastian yang tinggi, manajer hanya dapat mengembangkan satu atau dua solusi yang akan bisa jadi pemuasan dalam mengatasi masalah. Namun, penelitian menunjukkan bahwa membatasi pencarian alternatif merupakan sebab utama gagalnya pengambilan keputusan di organisasi.
Bagi keputusan-keputusan yang dibuat di bawah kondisi dengan ketidakpastian yang tinggi, manajer hanya dapat mengembangkan satu atau dua solusi yang akan bisa jadi pemuasan dalam mengatasi masalah. Namun, penelitian menunjukkan bahwa membatasi pencarian alternatif merupakan sebab utama gagalnya pengambilan keputusan di organisasi.
4.
Pemilihan Alternatif
yang Dikehendaki
Setelah beberapa alternatif berhasil di kembangkan,
organisasi harus memilih satu alternatif. Pilihan
keputusan adalah seleksi dari arah tindakan alternatif yang paling menjanjikan. Yang terbaik adalah yang
solusinya paling sesuai dengan tujuan dan nilai-nilai keseluruhan organisasi,
serta mencapai hasil yang dikehendaki dengan menggunakan sumber daya paling
sedikit. Manajer mencoba menyeleksi pilihan dengan resiko dan ketidakpastian
paling sedikit. Dikarenakan beberapa resiko selalu ada dalam keputusan yang
tidak terprogram, manajer mencoba untuk mengukur prospek-prospek menuju sukses.
Manajer dapat mengandalkan intuisi dan pengalaman untuk memperkirakan jika
suatu arah tindakan sekiranya akan berhasil
5.
Penerapan Alternatif
Terpilih
Tahap penerapan (implementation) adalah tahap di
mana kemampuan manajerial, administratif, dan persuasif yang dimiliki seorang manajer
akan digunakan untuk menjamin bahwa alternatif terpilih akan dijalankan.
Keahlian dalam berkomunokasi, memotifasi, dan memimpin harus digunakan untuk
mewujudkan keputisan ini dan menggerakkan para pegawai untuk lebih berkomitmen.
6.
Evaluasi dan Umpan
Balik
Pada tahap evaluasi, yang
merupakan bagian proses pengambilan keputusan, para pengambil keputusan akan
mendapatkan informasi tentang seberapa baiknya mereka menerapkan keputusan yang
telah mereka ambil dan apakah penerapan ini efektif dalam mencapai tujuan mereka.
Umpan balik adlah hal yang penting karena pengambilan keputusan adalah proses
yang berkwlanjutan dantidak pernah berakhir.
Umpan balik memberikan informasi pada pengambil keputusan yang nantinya bisa membentuk siklus pengambilan keputusan yang baru. Keputusan yang diambil bisa saja gagal, karena manajer dapat menciptakan analisis permasalahan yang baru, mengevaluasi alternatif-alternatif, dan menyeleksi alternatif yang baru.
Umpan balik memberikan informasi pada pengambil keputusan yang nantinya bisa membentuk siklus pengambilan keputusan yang baru. Keputusan yang diambil bisa saja gagal, karena manajer dapat menciptakan analisis permasalahan yang baru, mengevaluasi alternatif-alternatif, dan menyeleksi alternatif yang baru.
F.
KERANGKA KERJA KEPUTUSAN PRIBADI
Bagaimanapun, tidak semua manajer
membuat keputusan dengan cara yang sama. Bahkan, perbedaan yang signifikan
membedakan cara-cara yang digunakan manajer dalam melakukan pendekatan terhadap
masalah dan mengambil keputusan terkait masalah tersebut. Perbedaan ini dapat
dijelaskan dengan konsep gaya pengambilan keputusan (decision
styles). Gaya pribadi pengambilan keputusan mengacu pada perbedaan di
antara orang-orang yang berhubungan dengan cara mereka mengevaluasi masalah,
pengembangan macam alternatif, dan membuat pilihan.
Empat gaya pengambilan keputusan :
a. Gaya Direktif, digunakan oleh
orang-orang yang lebih memilih solusi masalah yang sederhana dan jelas. Maneger
yang menggunakan gaya ini seringkali mengambil keputusan dengan
cepat, ia tidak mau beruruaan dengan banyak informasi san mungkin hanya
memperkirakan satu atau dua alternatif.
b. Gaya Analisis sering
mempertimbangkan solusi yang kompleks bedasarkan data sebanyak mungkin yang
dapat mereka kumpulkan. Orang-orang seperti ini mempertimbangkan dengan
hati-hati. Meraka mencari keputusan terbaik yang mungkin ada berdasarkan
informasi yang tersedia.
c. Gaya Konseptual juga senang
memperhatikan sejumlah besar informasi. Manajer yang menggunakan cara ini
selalu mempertimbangkan alternatif yang banyak , mengandalkan informasi baik
dari orang-orang ataupun dari sistem, dan senang menyelesaikan masalah dengan
kreatif.
d. Gaya perilaku, adalah gaya yang digunakan oleh manajer
yang memiliki perhatian mendalam terhadap orang lain sebagai individu. Orang
dengan gaya perilaku biasanya berhubungan dengan perkembangan pribadi
orang lain dan dapat membuat keputusan yang dapat membantu orang lain mencapai
tujuan mereka.
G.
ALASAN MENGAPA MANAJER MENGAMBIL KEPUTUSAN YANG SALAH
Manajer
dihadapkan pada tuntutan untuk selalu membuat keputusan, mulai dari untuk
menyelesaikan masalah kecil hingga menerapkan perubahan strategi besar. Bahkan
seorang manajer terbaik pun akan melakukan kesalahan. Namun manajer dapat
meningkatkan persentasinya dalam membuat keputusan yang tepat dengan
memahami beberapa factor yang menyebabkannya membuat keputusan yang tidak
tepat. Sebagian besar keputusan yang tidak tepat adalah kesalahan penilaian
yang berasal dari kapasitas pikiran manusia yang terbatas dan dalam
keberatsebelahan alami yang diperlihatkan manajer selama proses pengambilan
keputusan.
Dengan
menyadari enam keberatsebelahan di bawah ini, manajer terbantu dalam membuat
pilihan lebih seksama.
1. Terpengaruh oleh
kesan pertama. Ketika sedang mempertimbangkan
sebuah keputusan, pikiran seringkali memberikan bobot yang tidak sesuai
terhadap informasi pertama yang diterimanya. Kesan, statistic, atau perhitungan
pertama ini bertindak sebagai jangkar bagi pemikiran dan penilaian kita
selanjutnya.
2. Membenarkan
keputusan-keputusan yang lalu. Banyak manajer yang
jatuh kedalam jebakan dengan membuat pilihan yang membenarkan
keputusan-keputusannya yang lalu, bahkan jika keputusan-keputusan tersebut
tidak lagi sah.
3. Melihat apa yang
ingin dilihat. Orang-orang seringkali mencari
informasi yang mendukung insting dan sudut pandang yang mereka percaya dan
menghindari informasi yang bertentangan dengan keyakinan mereka.
Keberatsebelahan ini akan selalu memengaruhi arah manajer dalam mencari
informasi, juga bagaimana manajer tersebut mengartikan informasi yang ia
temukan.
4. Mempertahankan status
quo. Manajer mungkin mendasarkan keputusannya pada apa
yang telah berhasil di masa lalu dan gagal mengeksplorasi pilihan-pilihan baru,
menggali informasi tambahan, atau menyelidiki teknologi-teknologi baru.
5. Terpengaruh oleh
kerangka masalah. Respons jkeputusan manajer
dapat dipengaruhi oleh sekadar bagaimana masalah itu disampaikan dengan
kata-kata
.
6. Terlalu percaya diri. Sebagian besar orang memandang terlalu tinggi
terhadap kemampuannya dalam memperkirakan hasil yang tidak pasti. Sebelum
mengambil keputusan, manajer memiliki ekspektasi yang tidak nyata akan
kemampuannya untuk memahami risiko dan membuat pilihan yang tepat.
H.
PENGAMBILAN KEPUTUSAN
KELOMPOK YANG INOVATIF
Kemampuan
untuk membuat keputusan dengan cepat, baik, dan berkualitas tinggi di atas
dasar tertentu merupakan keahlian yang penting dalam organisasi yang bergerak
cepat saat ini. Dalam banyak industry, tingkat perubahan persaingan dan
perubahan teknologi sangatlah besar sehingga peluang-peluang juga berlalu
cepat, informasi yang jelas dan lengkap jarang tersedia, dan harga yang harus
dibayar karena lambatnya mengambil keputusan adalah hilangnya bisnis atau
jatuhnya perusahaan.
1.
Mulailah dengan Curah
Gagasan
Curah
gagasan (brainstorming) mengharuskan adanya sekelompok orang yang berkumpul
secara langsung untuk memberikan alternatif-alternatif dengan cakupan yang
sangat luas secara spontan untuk melakukan pengambilan keputusan. Kunci untuk
melakukan curah gagasan yang efektif adalah bahwa setiap orang dapat
mengembangkan ide milik orang lain, semua ide dapat diterima, meskipun ide
tersebut kedengaran gila, serta kritik dan evaluasi tidaklah boleh disertakan.
Tujuan dari curah gagasan adalah untuk mengumpulkan ide sebanyak mungkin.
Sebuah
pendekatan baru-baru ini, yaitu pendekatan brainstorming elektronik,
memanfaatkan pendekatan kelompok sekaligus menghilangkan beberapa
kekurangannya. Curah gagasan elektronik (electronic brainstorming), yang
terkadang disebut brainwriting, mempersatukan orang-orang dalam sebuah kelompok
interaktif melalui jaringan computer.
2.
Teribat dalam
Perdebatan yang Sengit
Kunci
yang penting dalam membuat keputusan yang lebih baik adalah dengan melakukan
perdebatan yang sengit mengenai permasalahan yang ada. Manajer yang baik
mengakui bahwa konflik yang bersifat membangun yang berdasarkan pada pemikiran
yang beragam dapat memfokuskan suatu masalah, membuat ide menjadi jelasm memicu
pemikiran kreatif, menciptakan pemahaman terhadap masalah dan menciptakan alternative-alternatif,
secara meningkatkan kualitas keputusan yang akan di
ambil.
Perdebatan
yang sengit dapat dipicu dengan bebrapa cara. Salah satu caranya adalah dengan
meyakinkan diri bahwa suatu kelompok itu memiliki perbedaan usia dan jenis
kelamin, bidang keahlian, tingkatan hierarki, dan pengalaman kerja. Sebagian
dari anggota kelompok bertugas sebagai pengacara jahat (devil’s advocate),
yaitu pihak yang berperan sebagai pihak yang meregukan suatu perkiraan atau
penegasan yang dibuat oleh kelompok tersebut. Pihak yang menjadi pengacara
jahat dapat membuat kelompoknya berpikir ulang mengenai pendekatan yang di
pakainya dalam menyelesaikan masalah dan menghindarkan kelompoknya dari
ketergesaan dalam menyimpulkan sesuatu. Pendekatan yang lainnya adalah dengan
membuat para anggota kelompok mengembangkan alternative sebanyak mungkin dan
mendorong orang-orang untuk menyampaikan ide yang tidak mereka kehendaki dengan tujuan untuk memancing perdebatan.
Namun,
cara lain untuk mendorong terjadinya konflik yang bersifat membangun adalah
dengan menggunakan teknik yang disebut balas-membalas (point-counterpoint),
yang memecah kelompok menjadi dua subkelompok dan memberikan tanggung jawab
yang berbeda dan seringkali bertentangan pada kedua subkelompok tersebut. Kedua
subkelompok tersebut kemudian mengembangkan dan bertukar pikiran serta membahas
dan memperdebatkan berbagai pilihan hingga mereka sampai
pada hingga mereka sampai pada pemahaman dan rekomendasi bersama.
3.
Hindari Groupthink
Groupthink
adalah kecenderungan anggota kelompok untuk tidak mengutarakan opini-opini yang
bertentangan. Ketika para anggota kelompok jatuh kedalam groupthink, hasrat
untuk selalu harmonis mengalahkan pertimbangan untuk mendapatkan keputusan yang
berkualitas. Anggota kelompok lebih mementingkan menjaga persatuan daripada
meragukan permasalahan dan alternative secara realistis. Paraanggota
kelompok menyaring opini pribadinya dan segan member kritik pada opini orang
lain.
4.
Tahu Kapan Harus
Gagal
Dalam
lingkungan yang bergerak cepat, manajer yang baik akan berani mengambil risiko
dan belajar dari kesalahan, tetapi manajer yang baik juga tidak ragu untuk
menghentikan hal yang tidak akan berhasil. Penelitian telah menemukan bahwa
manajer dan organisasi sering kali terus memberikan waktu dan uang untuk
sesuatu yang sudah terbukti akan gagal. Kecenderungan ini dianggap
sebagai komitmen ekskalasi (escalating commitment).
I.
KEPUTUSAN DAN JENJANG
MANAJEMEN
1.
HIGH LEVEL (tingkat tinggi)
Contoh halnya dirut dan
wakilnya. Bertanggung jawab pengolahan terhadap organisasi secara keseluruhan.
Membuat rencana jangka panjang, merumuskan strategi, menetapkan kebijaksanaan,
dan menetapkan interaksi / hubungan organisasi dengan lingkungan luar.
Tingkatan yang mempunyai tanggung-jawab penuh terhadap jalannya perusahaan. Dan
biasanya pada tingkatan ini membuat keputusan yang tidak terprogram, yaitu
keputusan yang tidak selalu terjadi.
2.
MIDDEL LEVEL (tingkat menengah)
Salah satu contohnya seperti
kepala bagian / divisi. Pengendali manajemen dalam suatu organisasi.
Bertanggung-jawab atas ruang lingkupnya, wilayah, divisi dll. Merumuskan
rencana jangka menengah, melakukan pengendalian, membuat prosedur, dan membuat
keputusan berdasarkan lingkup tanggung-jawabnya. Sebagai pengendali dalam arti
mengawasi dan meyakini bahwa organisasi menjalankan strategic yang sudah
ditetapkan secara baik, efektif dan se’efisien mungkin.
3.
LOW LEVEL (tingkat bawah)
Seperti supervisor atau
mandor. Yaitu pengendali dalam jalannya operasional. Bertanggung jawab atas
pelaksanaan dan sasaran operasional. Membuat keputusan jangka pendek dan
mengendalikan transaksi sehari-hari. Biasanya keputusan yang diambil yaitu
keputusan yang terprogram, keputusan yang sering terjadi dan rutin.
J.
TAHAP-TAHAP PENGAMBILAN
KEPUTUSAN
Proses pengambilan keputusan
merupakan tahap-tahap yang harus dilalui, atau digunakan untuk membuat
keputusan. Tahap ini merupakan kerangka dasar, sehingga setiap setiap tahap
dapat dikembangkan lagi menjadi beberapa sub tahap yang lebih khusus dan
spesifik.
Stadi
kasus
Kasus
Kekecewaan Pelenggan Perusahaan Apple Terhadap Penurunan Harga Iphone
Pada
tanggal 5 Septembe 2007, Steve Jobs, CEO Perusahaan Apple melakukan praktek
diskriminasi harga sebagai strategi pemasarannya yaitu menurunkan harga product
iPhone mereka yang sangat sukses sejumlah $200 dari harga semula sebesar $599
yang merupakan harga perkenalan yang sudah sejak dua bulan. Tak perlu
dibicarakan,
dia menerima email yang sangat banyak dari para pelanggan yang kecewa dan
marah. Dua hari kemudian, Steve Jobs menawarkan $100 kredit yang dapat di
gunakan di toko Apple dan online store kepada para pelanggan yang sudah
membayar harga penuh. Apakah keputusan untuk mengurangi $200 dan sikap untuk
melakukannya tepat dari sudut pandang etika?
Seandainya
pihak management Apple melakukan sniff test sebelum mengambil keputusan mungkin mereka memiliki kesimpulan
bahwa ibu mreka tidak akan bangga atau nyaman dengan keputusan tersebut. Sama
halnya, mungkin mereka akan sadar bahwa pengurangan harga juga bertentangan
dengan kode etik pelayanan pelanggan Apple.
Jika
Apple hanya melihat dari sisi pemegang saham dalam mengambil keputusan
tersebut, mereka akan sadar selain pelanggan awal yang terkena imbas,
perusahaan Apple sendiri ternoda dan itu bisa juga berimbas terhadap pelanggan
lain yang mereka coba untuk dekati. Sebagai tambahan, para pekerja Apple yang
mana banyak diantara
mereka
sudah tergoda oleh reputasi Apple yang kuat yang selalu menyediakan solusi yang
inovatif dengan standar tinggi akan dipertanyakan oleh company mothers, yang
mana akan melemahkan komitmen dan kesetiaan mereka.
Seandainya
pihak perusahan Apple sudah menerapkan philosophi etika traditional mereka akan
mengetahui hal hal berikut.
1. Konsekuensialisme
Dari sisi
pandang keuntungan, Apple mengharapkan lebih dari sekedar pengimbangan
dari $200 pengurangan harga per unit in margin dan mendapatkan jumlah penjualan
yang besar. Jika hanya untukk iPhone saja mungkin cara ini sudah tepat,
tapi Apple juga memiliki banyak produk lain yang juga akan dibeli oleh
pelanggan mereka yang juga bisa terkenda dampak negatifnya. Dan juga melihat
keputusan tersebut sebagai kesempatan untuk pengurangan harga dari harga awal
yang tinggi. Sikap GOUGING sudah bisa di tebak yang mana akan merusak nilai proposisi apple
secara keseluruhan dan juga penjualan produk selain iPhone akan
terpengaruh
sebagai dampak dari keputusan tersebut. Secara umum, pihak management
mungkin yakin dengan keputusan penggabungan untuk penjualan iPhone dan produk
lainnya.
2.
Tugas, Hak dan Justice Para excecutive Apple mempunyai tugas untuk mendapatkan keuntungan selama hal tersebut
tidak melanggar hukum. Dalam kasus ini, para pembeli awal iPhone memiliki hak
secara legal untuk menuntut perusahaan dengan alasan perlakuan yang tidak
adil. Namun, aksi individual akan lebih sedikit dari pada class action.
Dampak dari ketidakadilan pengurangan harga dapat berupa tekanan buruk yang
signifikan.
3. Kualitas
Bagus yang Diharapkan
Dalam
pikiran pelanggan dan pekerja pada perusahaan Apple, Jobs mempunyai image
secara teknis sebagai jenius yang berpandangan jauh ke depan yang terarah untuk
menyediakan nilai yang hebat bagi stakeholder. Penurunan harga $200 tidak
sesuai dengan harapan mereka pada Jobs dan Apple.
Apple seharusnya
juga menggunakan pertanyaan “Tucker Framework”yang dikembangkan dan
dimodifikasi untuk menguji penurunan harga $200. Jika begitu adanya, jawabannya
adalah sebagai berikut:
1.
Apakah hal ini menguntungkan? Hasilnya
tidak jelas apakah menguntungkan atau tidak.
2.
Apakah hal ini legal? Mungkin, kecuali
perlindungan konsumen tidak disinggung.
3.
Apakah hal ini adil? Tidak menurut
beberapa pelanggan dan pekerja.
4.
Apakah hal ini benar? Tidak menurut beberapa
eksekutif, pekerja, dan pelanggan potensial.
5.
Apakah hal ini mendemonstrasikan kualitas
bagus yang diharapkan? Tidak seperti yang didiskusikan sebelumnya.
Pertanyaan
opsional:
Apakah ini berkelanjutan? Isu dampak terhadap lingkungan tidak dilibatkan dalam
keputusan ini, tapi akan berdampak
negative
dan signifikan jangka menengah dan jangka yang lebih panjang. Sangat tidak
bijak untuk mengulang keputusan atau mengabaikan dampak negatif di masa depan
yang berpengaruh terhadap reputasi.
Sewajarnya,
Apple harus mempertimbangkan praktek diskriminasi harga sebagai strategi
pemasaran sebagai ketidakadilan dan ketidakbijakan tanpa adanya mitigasi bagi
pembeli awal iPhone. Apakah pemberian kredit $100 memadai? Dalam peristiwa
apapun, Jobs dapat menghindari tekanan negatif dan kerusakan pada reputasinya
dan
Apple,
jika Apple telah menggunaka EDM untuk menganalisa keputusan sebelum bertindak.
Hal ini
harus menjadi catatan bahwa meskipun potongan harga yang disebutkan pada kasus
ini tidak jarang dan dianggap tidak umum sebagai masalah etika serius, mereka
mempunyai aspek etis yang bisa dinilai menggunakan pendekatan EDM. Mereka
merepresentasikan risiko yang dapat melemahkan reputasi eksekutif dan
perusahaan yang terlibat.
REVIEW/
tinjauan :
Dalam
pengambilan keputusan, eksekutif maupun CEO suatu perusahaan perlu
mempertimbangkan pendekatan etis pengambilan keputusan yaitu:
Consequences,
Utility
Duty,
Rights, Justice
Virtue
Expectations
Jika
dijabarkan ketiganya, dapat dikatakan pertimbangan-pertimbangan dari ketiga
pendekatan antara lain:
1.
Well-offness/ Consequentialism :
Keputusan
yang kan dibuat harus menghasilkan keuntungan lebih dari biaya yang
dikeluarkan. Dalam kasus Apple, tidak jelas apakah keputusan pengurangan harga
menghasilkan keuntungan yang lebih besar dari biaya yang dikeluarkan atau
sebaliknya.
2.
Rights, Duty/ Deontology
Keputusan
yang akan dibuat seharusnya tidak menyinggung hak daripada stakeholder termasuk
pembuat keputusan. Menurut perusahaan, perusahaan telah membuat keputusan yang
benar. Akan tetapi ada pihak-pihak yang merasa mereka tidak diperlakukan dengan
adil dan bijak atas keputusan yang dibuat perusahaan yakni pelanggan awal yang
membeli produk perusahaan tersebut dengan harga tinggi.
3. Fairness/
Justice
Pembagian
keuntungan dan beban harus adil. Menurut beberapa pelanggan dan pekerja, ada
ketidakadilan dalam keputusan yang diambil oleh perusahaan.
4.
Virtue Expectations/ Virtue Ethics
Motivasi
keputusan harus merefleksikan kualitas bagus yang diharapkan stakeholder. Bayak
pelanggan merasa kecewa dengan keputusan ini. Artinya, keputusan yang diambil
sama sekali tidak merefleksikan kualitas bagus yang diharapkan.
Empat
pertimbangan di atas harus memuaskan orang yang terkena dampak keputusan tersebut
agar keputusan dapat dipertimbangkan sebagai keputusan yang etis.
Namun,
jika dilihat dari kasus perusahaan Apple yang dikaitkan dengan pertimbangan di
atas, lebih banyak dampak negatif yang dirasakan dari keputusan tersebut.
Artinya, keputusan yang diambil oleh perusahaan Apple belum cukup etis.
Jika
dilihat dari pendekatan tradisional dengan 5 pertanyaan, yakni:
1.
Apakah hal ini menguntungkan? Hasilnya
tidak jelas apakah menguntungkan atau tidak seperti yang didiskusikan
sebelumnya.
2.
Apakah hal ini legal? Mungkin, kecuali
perlindungan konsumen tidak disinggung.
3.
Apakah hal ini adil? Tidak menurut
beberapa pelanggan dan pekerja.
4.
Apakah hal ini benar? Tidak menurut
beberapa eksekutif, pekerja, dan pelanggan potensial.
5.
Apakah hal ini mendemonstrasikan kualitas
bagus yang diharapkan? Tidak seperti yang didiskusikan sebelumnya
6.
Pertanyaan opsional: Apakah ini
berkelanjutan? Isu dampak terhadap lingkungan tidak dilibatkan dalam keputusan
ini, tapi akan berdampak negative dan signifikan jangka menengah dan jangka
yang lebih panjang.
7.
Sangat tidak bijak untuk mengulang
keputusan atau mengabaikan dampak negatif di masa depan yang berpengaruh
terhadap reputasi.
Menurut
teori, jika terdapat lebih dari satu respon negative ketika lima pertanyaan
tersebut diajukan, pe,buat keputusan seharusnya merevisi kembali keputusan yang
akan diambil untuk menghapus dampak-dampak negative yang akan timbul. Jika
revisi keputusan berhasil dan mengarah ke arah
positif, maka keputusan yang diambil pun menjadi keputusan yang etis,
Jika
dilihat dari kasus perusahaan Apple, terdapat lebih dari satu respon negative
atas pertanyaan yang diajukan. Dapat disimpulkan bahwa keputusan yang diambil
oleh Apple bukanlah suatu keputusan yang etis.
SUMBER :
(http://annisadevyanadewi.weebly.com/materi-klp-1/-pengantar-manajemen-perencanaan-strategis-pemecahan-masalah-dan-pengambilan-keputusan)
(http://relypasangka1226.blogspot.co.id/2015/11/tipe-tipe-pengambilan-keputusan.html)
Komentar
Posting Komentar